Feri Irawan, S.Pd.I : Selamat datang di blog ini. Silahkan browsing dan jangan lupa tinggalkan komentar sobat.

Sabtu, 19 April 2014

Wanita Tiang Negara


''Orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh pada kemakrufan, mencegah kemungkaran, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.'' (QS At-Taubah: 71).

Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan bahwa hati mereka menyatu dalam kehangatan, kasih sayang, dan saling merasakan. Para pria mukmin dan para wanita mukmin bisa saling tolong. Mereka memiliki kerja sama yang baik dan saling mengisi dalam melakukan kemakrufan dan mencegah kemungkaran, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan melaksanakan seluruh ketaatan dan ketundukan kepada hukum syariat Allah Swt.

Dengan demikian, jelaslah, bahwa syariat Islam itu tidak bias gender, tidak bias kelelakian, dan tidak bias keperempuanan. m Juga, dalam ayat tersebut di atas begitu jelas bahwa tugas wanita dalam pandangan Islam bukan seputar sumur, kasur, dan dapur. Namun, juga ada aktivitas dakwah dan amar makruf nahi mungkar yang dalam sekala tertentu bisa merupakan aktivitas politik tinggi.

Tatkala Khalifah Umar mengumumkan kebijakan larangan mahar tinggi, seorang wanita memprotesnya lantaran kebijakan itu bertentangan dengan firman Allah, ''sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikitpun.'' (QS An-Nisa: 20). Khalifah Umar pun langsung mengoreksi kebijakan itu.

Masih banyak kisah lain yang menunjukkan peranan politik penting wanita Islam di masa kejayaan islam. Namun, di samping memiliki tugas publik, tugas utama muslimah adalah tugas domestik, sebagai ibu dan pengatur rumah tangga.

Ikut aktif dalam aktivitas politik di tengah-tengah umat bukan berarti boleh baginya untuk meninggalkan atau melalaikan tugas utamanya di rumah. Jika ada benturan, dia mesti melaksanakan tugas utamanya. Namun, dia juga tidak boleh melalaikan tugas publiknya. Dia harus segera mencari jalan keluar agar tugas publik maupun domestiknya bisa sama-sama terlaksana.
Kalau wanita mengerjakan tugas utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, bukan berarti ia pada posisi rendah.

Ibarat kesebelasan, posisi penjaga gawang bukanlah posisi rendah. Justru posisi utama yang menentukan kemenangan. Jika wanita tidak melahirkan dan mengasuh anak, siapa yang melahirkan para pejuang, para ulama, para insinyur, dan para ahli ilmu pengetahuan, serta para tentara? Oleh karena itu, pantaslah dikatakan wanita sebagai tiang negara. Jika, sebagai tiang dia lengah, ambruklah negaranya. Na'uzubillahiminzalik!

Sumber : Republika Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar