Feri Irawan, S.Pd.I : Selamat datang di blog ini. Silahkan browsing dan jangan lupa tinggalkan komentar sobat.

Rabu, 16 April 2014

Khutbah Pertama Shalat Jum'at


KHUTBAH JUM’AT

AMANAH KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM


اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا و مِنْ َسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
                                            اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
أَمَّا بَعْد   
 يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْن

Hadirin Sidang Jum’at Yang Dirahmati Oleh Allah Swt
Sebagai seorang khatib disetiap jum’at selalu berwasiat kepada diri khatib sendiri dan juga kepada seluruh jama’ah jum’at untuk terus meningkatkan kualitas taqwa kita kepada Allah Swt yakni dengan cara melaksanakan semua perintah Allah Swt dan meninggalkan semua larangan Allah Swt tanpa harus memilih-milih perintah dan larangan yang selaras bagi diri kita saja dan menafikan perintah dan larangan lainnya.

Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Pada kesempatan jum’at ini, Khatib ingin sekali mengajak kepada kita semua untuk melakukan kontemplasi secara mendalam dalam mengarungi amanah kepemimpinan dimuka bumi ini. Berawal dari sebuah hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari di dalam kitab Shahih-nya:
Artinya : “Disampaikan kepada kami oleh Abu Al-Yaman, kami diberitahu oleh Syu’aib dari Al-Zuhri berkata, disampaikan kepadaku oleh Slim bin Abdullah dari Abdullah bin Umar ra. bahwa ia telah mendengar Rasulullah Saw bersabda; setiap kalian adalah pemimpin dan akan dipinta laporan pertanggungjawabannya, seorang imam adalah pemimpin dan ia akan dipinta laporan pertanggungjawabannya, seorang pria adalah pemimpin dan akan dipinta laporan pertanggungjawabannya, seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan ia akan dipinta laporan pertanggungjawabannya, seorang pembantu adalah pemimpin terhadap amanah atasannya dan ia akan dipinta laporan pertanggungjawabannya. Lanjutnya, dan seorang anak adalah pemimpin terhadap amanah orangtuanya dan ia akan dipinta laporan pertanggungjawabannya, maka kalian semua adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dipinta laporan pertanggungjawabannya.” (HR. Al-Bukhari).

Dari hadits tersebut, sungguh begitu rinci Rasulullah Muhammad Saw dalam mengklasifikasi arti dan tugas kepemimpinan dalam Islam. Dan ungkapan yang selalu diulang-ulang olehnya “dan akan dipinta laporan pertanggungjawabannya” merupakan bukti sangat ditekankannya untuk menunaikan amanah kepemimpinan dari setiap orang. Maka sungguh menjadi orang yang sangat merugi jika harus bertanggungjawab di hadapan Allah dengan bukti kezhaliman, bukti kedurhakaan, bukti ketakaburan, dan bukti kemunafikan, na’udzubillahi min dzalik. Lalu bagaimanakah cara membangun kepribadian yang berdiri di atas pondasi amanah tersebut;

1.    Selalu Mengingat Allah Swt.
Sebuah ungkapan yang begitu mudah terlontar dari lisan namun sulit dalam tataran implementasi. Namun bukan berarti kita harus pesimis dalam menerapkannya, karena siapapun yang terus berusaha pasti akan mendapatkan hasil yang baik. Adapun kata mengingat Allah sering di disebut dengan istilah dzikrullah, dan jika dicari syarah atau penjelas dari kata tersebut maka di dapatkan bahwa alat untuk mengingat Allah itu adalah ; (1) Lisan, dalam artian bahwa seluruh ungkapannya adalah kebaikan, tidak ada hinaan, fitnah, kebohongan, dusta dll. (2) Akal, yakni seluruh pikirannya harus selalu berkeinginan untuk membangun nilai-nilai peradaban yang baik atau dalam bahasa keagaaman sering disebut dengan masyarakat yang tamaddun, bukannya malah untuk mencari keuntungan pribadi dan kelompok. (3) Perbuatan, yakni semua kemampuannya dikeluarkan demi mencapai dan membangun visi yang sudah tertanam di dalam akal tadi, sehingga ketidakadilan, kezhaliman dan penindasan akan dengan sendirinya akan mudah dinegasi di dalam kehidupan kita.
Jika ini semua terbangun dengan baik, maka dengan sendirinya Allah Swt yang akan menolong dan membatu serta menenangkan diri kita. Pantas jika kemudian Allah Swt sangat menekankan pentingnya dzikrullah ini, sebagaimana Firman-Nya “ala bidzikrillah thatma’innul qulub” (hanya dengan mengingat Allah maka hati menjadi tenang), bukan sekedar hati sang pendzikir tapi juga semua yang berada disekelilingnya merasa nyaman dan aman.

Ketika visi ini yang dibangun di dalam diri maka apakah masih akan ada politik kotor dalam kepemimpinan kita. Mungkinkah kehendak untuk korupsi masih akan hadir, apakah perasaan sombong dan takabur akan mudah kita telan di dalam diri kita ? Tentunya tidak, karena Sang Maha Suci yakni Allah Swt pasti akan menjaga siapapun yang telah mensucikan kepribadiannya. Namun jika tidak, maka inilah sama seperti yang telah dijelaskan oleh Allah Swt di dalam firmannya, ketika ada suatu kaum yang diberikan kelebihan segalanya, namun karena ia abaikan Allah Swt dalam dirinya maka dengan begitu mudah pula Allah Swt menghancurkan mereka. Allah Swt Berfirman:
z>uŽŸÑur ª!$# WxsWtB Zptƒös% ôMtR$Ÿ2 ZpoYÏB#uä Zp¨ZͳyJôÜB $ygÏ?ù'tƒ $ygè%øÍ #Yxîu `ÏiB Èe@ä. 5b%s3tB ôNtxÿx6sù ÉOãè÷Rr'Î/ «!$# $ygs%ºsŒr'sù ª!$# }¨$t6Ï9 Æíqàfø9$# Å$öqyø9$#ur $yJÎ/ (#qçR$Ÿ2 šcqãèuZóÁtƒ ÇÊÊËÈ  

Artinya : “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (Q.S An-Nahl : 112)

Hadirin Sidang Jum’at Yang Dirahmati Allah Swt
Tahap selanjutnya adalah mengenai pengendalian diri dalam gairah cantik dan megahnya kursi kekuasaan, yakni:
2.    Jangan Meminta-Minta Menjadi Pemimpin.
Mengenai hal ini, Rasulullah Saw pernah menasehati Abu Dzar yang saat itu meminta salah satu jabatan sebagai seorang Qadhi atau Hakim, padahal ia juga adalah seseorang yang dekat dengan Rasulullah Saw, Beliau bersabda; “Sesungguhnya engkau ini lemah, sementara jabatan adalah amanah, di hari kiamat dia akan mendatangkan penyesalan dan kerugian, kecuali bagi mereka yang menunaikannya dengan baik dan melaksanakan apa yang menjadi kewajiban atas dirinya” [HR. Muslim].

Ungkapan Rasulullah Saw di atas sejalan dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadanya melalui sejarah Nabi Yusuf As. di dalam Al-Qur’an, di mana ketika seorang Raja memintanya untuk menghadap dan diberikan jabatan tinggi di kerajaannya, namun Nabi Yusuf As tidak menerimanya, namun ia memberikan masukan kepada sang raja agar ia dapat duduk di pos yang memang menjadi keahliannya, dan bukan mencari tempat-tempat yang kemudian memberikan keuntungan pribadinya semata. Adapun kriteria kemampuan diri itu adalah; ikhlas, amanah, memiliki keunggulan dari kompetitor lainnya, dan jika wewenang itu digunakan oleh orang lain maka akan memunculkan bencana dan keterpurukan.
Ungkapan lain yang dapat kita gunakan sebagai bahan ajar kehidupan kita adalah hadits Rasulullah Saw yang juga diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Abu Hurairah ra. Yakni;
Artinya : “jika suatu pekerjaan diberikan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya.
Hadirin, sesungguhnya kemampuan untuk memimpin itu adalah anugerah sekaligus laknah, anugerah jika dijalankan secara profesional namun menjadi laknah ketika hanya kebutuhan syahwat dan perut yang dikedepankan. Selanjutnya adalah


3.    Kuat dan Penuh Dengan Cinta.
Istilah kuat di ambil dari Al-Qur’an yang dikenal dengan “al-qawiy al-amin” kuat dan amanah. Imam Al-Thabari di dalam kitabnya Tafsir Al-Thabari menjelaskan bahwa kata “al-amin” maksudnya adalah kuat secara fisik dan juga kuat secara intelektual. Artinya, seorang pemimpin harus mampu bergerak cepat dalam memimpin demi kesejahteraan siapapun yang dipimpinnya, dan secara intelektual menunjukkan bahwa seorang pemimpin selain harus kerja keras tapi juga harus kerja cerdas.
Adapun tentang rasa cinta atau kasih sayang seorang pemimpin kepada rakyatnya digambarkan oleh Rasulullah beserta para khalifahnya melalui ciuman sayang kepada anak-anak. Dalam hal ini, dikisahkan bahwa pada suatu hari ada seseorang yang dipanggil oleh Umar untuk diangkat menjadi pemimpin di salah satu negeri Islam, ketika ia melihat Umar sedang menciumi dan bersenda gurau dengan anak-anaknya, lalu ia bertanya tentang prilaku Umar tersebut. Umar-pun menjawab dengan sebuah pertanyaan, “apakah engkau tidak pernah melakukan hal seperti ini ?” dan dijawab “tidak pernah”, maka pada saat itu juga ia mengatakan, “kalau begitu aku tidak jadi mengangkatmu jadi amir, karena rahmat Allah sangat jauh darimu”.
Ungkapan terakhir Umar sangatlah menggugah, di mana Rahmat Allah jauh dari orang-orang yang tidak memiliki rasa cinta dan kasih sayang. Artinya, sinergitas antara pemimpin dengan rakyat dapat dibangun jika sang pemimpin mampu menyayangi siapapun yang akan bekerja bersamanya. Karena meskipun sang pemimpin begitu hebat namun rakyatnya membenci maka tidak ada guna kehebatannya bagi rakyat.

4.    Jangan Mengambil Kesempatan Melalui Jalur Kedekatan Emosional.
Rasulullah Saw telah bersabda; “barang siapa yang menempatkan seseorang karena hubungan kerabat, sedangkan masih ada orang yang lebih Allah ridhai, maka sesungguhnya dia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan orang mukmin”. (HR. Al-Hakim).
Umar bin Khatab juga pernah berkata; “Siapa yang menempatkan seseorang pada jabatan tertentu, karena rasa cinta atau karena hubungan kekerabatan, dia melakukannya hanya atas pertimbangan itu, maka sesungguhnya dia telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin”.
Sungguh tegas ungkapan para petinggi awal Islam ini dalam menegaskan tingginya amanah kepemimpinan. Amanah yang kecil hubungannya dengan manusia namun begitu besar di hadapan Allah. Oleh karenanya, jika yang menjadi petimbangan agung dalam menetapkan para pemimpin adalah karena faktor kedekatan emosi, maka begitu banyak yang akan tersakiti Terkhusus bagi mereka yang memang lebih berhak untuk duduk di sana. Dalam hal ini, ada sebuah kaidah berpikir di dalam materi ushul fiqih yakni menelaah dari makna tersirat atau yang dikenal dengan istilah mafhum mukhalafah untuk menelaah prilaku negatif di atas.
Objek kajian dari materi ini adalah adanya dosa jariyah bagi yang mengangkat siapapun karena faktor emosi dan bahkan orang yang bukan ahlinya sedangkan ada yang lebih berhak untuk duduk di sana. Dasar awalnya sebagai materi mafhum muwafaqah atau pemahaman yang tersurat adalah hadits tentang amal jariyah, di mana amal tersebut akan terus mengalir bagi siapapun yang memberikan manfaat positif bagi semua orang atau sosial. Artinya, jika ada yang memberikan kemudharatan sosial secara tersetruktur, maka dosanya akan terus mengalir meskipun ia telah meninggal dunia, inilah pemahaman terbalik dari tersurat yakni pemahaman tersirat atau yang disebut dengan mafhum mukhalafah, wal’iadzu billah. Hal ini sejalan dengan ungkapan Rasulullah Muhammad Saw ; “barang siapa dalam Islam melestarikan tradisi yang buruk, maka baginya dosa dan dosa orang-orang yang melaksanakan, sesudahnya tanpa menguarangi dosa-dosa mereka sedikit pun” [HR. Muslim].

Hadirin Sidang Jum’at Rahimakumullah
Inilah sebagian kecil kajian ke-Islaman tentang amanah kepemimpinan dalam Islam, semoga dalam perjalan waktu kita ini, Allah Swt terus memberikan bimbingan-Nya kepada kita sehingga dapat terlepas dari murka-Nya, amin ya rabbal ‘alamin.
 بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لَيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar